Sudah
nonton film Ketika Mas Gagah Pergi? Kalau belum, kamu wajib nonton film ini FLP
Lovers. Rabu (27/01), kami dari FLP Ciputat menyempatkan diri menikmati film
KMGP ini. Ada sebuah pesan yang menjadi makna tersirat dari pesan yang
disampaikan film tersebut.” “Jika kita tidak setuju
dengan suatu kebaikan yang belum kita pahami, cobalah untuk bisa
menghargainya.” Kalimat tersebut sangat masuk ke dalam hati kami.
Sebuah renungan yang harus kita sadari dan pahami. Ketika seseorang mencoba
untuk “hijrah” menjadi lebih baik, kita tak boleh men “judge”nya dengan opini
subjektif ke arah dugaan negatif.
Film
KMGP ini berawal dari sebuah cerpen dan dijadikan novel yang ditulis oleh Helvy
Tiana Rossa. Genre film bernuansa islami, tetapi dikemas dengan apik agar
dakwah bisa diterima pada era masa kini. Mulai dari pemain film, musik
pendukung dan adegn lucu membuat kami sebagai penikmat film mengapresiasi karya
film ini. Banyak sekali nilai-nilai yang dapat diambil hikmahnya. berikut
hikmah yang bisa dipelajari dari film KMGP.
Pertama,
peran utama dibintangi oleh Hamas Syahid sebagai Mas Gagah yang bisa dijadikan
panutan. Ia ialah pria cerdas, mudah bergaul, penyayang adiknya dan dengan
nilai plusnya tampan. Ditambah dengan datangnya hidayah pada dirinya, Ia
menjadi pria yang sholeh. Kehidupan hedonis pada silam dihilangkan dari
kesehariannya. Sopan santun lebih ditunjukan mas Gagah setelah kembali dari
Ternate. Mengaji pun menjadi hobinya dari pada harus ke mall atau pun sekedar
nonton konser.
Kedua,
perubahan spiritual yang dialami Mas Gagah tidak langsung diterima Gita. sang adik, Gita (Aquino Umar) (pada
KMGP 1) justru marah dan kesal dengan perubahan sang Kakak. Meski Gita seperti
itu, Gagah tetap tidak menyerah. Cara halus masih dicobanya, contohnya Ia mempunyai panggilan kesayangan kepada adiknya
yaitu “Dek Manis”. Kata-kata “Dek Manis” ini menggambarkan
Gagah yang tetap sayang adiknya dan berusaha menunjukan jalan kebenaran.
Selain itu, banyak
contoh dakwah kecil yang ingin disampaikan kepada penonton. Adegan Gita yang
ingin masuk kamar Gagah haruslah diawali dengan salam. Alangkah baiknya sesama
muslim hendaklah memberikan salam. Ada juga yang ingin disampaikan seperti izin
atau tidaknya meminjam barang (meskipun satu keluarga). Makna ikhwan atau
akhwat juga dijelaskan di film ini dengan cara unik. Mas gagah yang berubah pun
lebih suka mendengarkan nasyid dan lantunan ayat suci Al-Qur`an. Hal ini
membuat penonton bisa mendengarkan musik yang lebih bermanfaat.
Konflik film semakin
seru. Pertemuan Gita dengan Yudi (Masaji Wijayanto) semakin menghidupkan
suasana. Ada sebuah pesan dari tokoh Yudi, “sampaikanlah ilmu walau satu ayat”.
Tokoh Yudi disini menyadarkan kita dengan ilmu yang kita punya haruslah tetap
dibagi. Tak takut dimanapun Ia berada, sekalipun tempat dakwah tersebut didalam
bus.
Film ini dibentuk oleh idealisme sang penulis novel, Bunda Helvy
ingin pemeran utama film ini adalah benar-benar remaja shalih di kehidupan
aslinya. Semua adegan pun tidak ada sentuhan non-mahram. Bunda Helvy juga
berani mengangat tentang kehidupan Palestina. Meski dibangun dengan sikap
idealisme, film ini benar-benar mengangkat sisi kemanusiaan dan kehidupan
sosial.
Hasil
setengah penjualan tiket nantinya disumbangkan untuk dana pendidikan khususunya
untuk Palestina. So, what are you waiting for? Ayo tonton filmnya di
bioskop-bioskop terdekat. Kamu akan dapat banyak ilmu dan pengetahuan.
0 komentar:
Posting Komentar