Penjual
Uli keliling bisa menjadi profesi yang terkadang dipandang sebelah mata oleh
sebagian orang. Meski hanya berjualan uli, bisa saja pekerjaan ini menjadi mulia.
Keikhlasan dan kesabaran dalam menantikan pembeli merupakan kunci lakunya uli
bakar yang dijual. Itulah profesi yang sedang dijalani oleh Bayu (40) di Kota
Tua, Museum Fatahillah. Ayah dari dua orang anak ini sudah empat tahun
menjalani aktivitas ini. Ia meyakini, berjualan uli di Kota Tua menjadi pintu
harapan penghasilan yang berkah untuk keluarganya.
Baginya,
Jakarta ialah kota bebas bagi orang-orang yang mau berusaha seperti dirinya.
Lelaki kelahiran Tasik ini, setiap harinya mendapatkan penghasilan sekitar Rp
50.000 hingga Rp 400.000. Meski penghasilannya tak seberapa, ada keasyikan
tersendiri saat jualan. Beberapa kali ada razia di Kota Tua, penjual keliling
selalu diuntungkan. Biasanya, peraziaan dari polisi hanya untuk pedagang yang
menetap di lokasi. Jualan uli pun selalu disyukuri oleh Bayu.
Sebelum
berjualan di Kota Tua, Ia sudah pernah bekerja di Bandung sebagai penjaga toko.
Akan tetapi, pekerjaan menjaga toko hanya mendapatkan gaji yang tetap dan
kecil. Hadirnya dua anak kecil membuatnya berpikir untuk bisa menghasilkan uang
yang lumayan banyak. Mengadu nasib di Jakarta menjadi satu-satunya cara untuk memperbaiki
kehidupannya. Pekerjaan menjual uli pun menjadi pilihan agar bisa bertahan hidup.
Alasan
memilih berjualan uli berawal dari ajakan orang yang tidak Ia kenali. Ketika
baru menginjakan kaki di Jakarta, langkahnya berhenti di Kota Tua. Jakarta Kota
ialah tempat pemberhentian stasiun kereta yang terakhir. Hatinya pun
mengarahkan ke Kota Tua dan duduk sejenak merasakan sensasi malam tempat wisata
itu. Kondisi waktu itu, wajah Bayu terlihat
seperti orang bingung yang tak tau arah. Salah satu penjual uli pun ada yang
menghampirinya dan mengajak berjualan uli. Di situlah awal mula ajakan orang
lain yang kini sama-sama berjualan uli juga. Beruntungnya, beberapa penjual uli
tinggal satu rumah di dekat Kota Tua dan Bayu bisa bergabung dengan
teman-temannya.
Selain
itu, uli yang Ia jual bukan buatan dari tanganya sendiri. Ia hanya menjual dari
pemilik produsen pembuat uli. Disamping itu, meski uli yang dijual tanpa bahan
pengawet, uli-uli tersebut dapat bertahan selama dua hari. Hal ini
memudahkannya dan bisa menjual uli pada keesokan harinya. Dalam benaknya, Ia
tidak akan berputus asa. Kehidupan yang Bayu dapatkan sangat disyukurinya.
Meski hanya berjualan uli, Ia tetap mempunyai prinsip agar tidak meminta-minta.
Berjualan dari siang hingga malam dan membayar uang sewa tiap hari selalu Ia
terima.
0 komentar:
Posting Komentar