Rabu, 27 Januari 2016

Memetik hikmah dari film kmgp



Sudah nonton film Ketika Mas Gagah Pergi? Kalau belum, kamu wajib nonton film ini FLP Lovers. Rabu (27/01), kami dari FLP Ciputat menyempatkan diri menikmati film KMGP ini. Ada sebuah pesan yang menjadi makna tersirat dari pesan yang disampaikan film tersebut.” “Jika kita tidak setuju dengan suatu kebaikan yang belum kita pahami, cobalah untuk bisa menghargainya.” Kalimat tersebut sangat masuk ke dalam hati kami. Sebuah renungan yang harus kita sadari dan pahami. Ketika seseorang mencoba untuk “hijrah” menjadi lebih baik, kita tak boleh men “judge”nya dengan opini subjektif ke arah dugaan negatif.
Film KMGP ini berawal dari sebuah cerpen dan dijadikan novel yang ditulis oleh Helvy Tiana Rossa. Genre film bernuansa islami, tetapi dikemas dengan apik agar dakwah bisa diterima pada era masa kini. Mulai dari pemain film, musik pendukung dan adegn lucu membuat kami sebagai penikmat film mengapresiasi karya film ini. Banyak sekali nilai-nilai yang dapat diambil hikmahnya. berikut hikmah yang bisa dipelajari dari film KMGP.
Pertama, peran utama dibintangi oleh Hamas Syahid sebagai Mas Gagah yang bisa dijadikan panutan. Ia ialah pria cerdas, mudah bergaul, penyayang adiknya dan dengan nilai plusnya tampan. Ditambah dengan datangnya hidayah pada dirinya, Ia menjadi pria yang sholeh. Kehidupan hedonis pada silam dihilangkan dari kesehariannya. Sopan santun lebih ditunjukan mas Gagah setelah kembali dari Ternate. Mengaji pun menjadi hobinya dari pada harus ke mall atau pun sekedar nonton konser.
Kedua, perubahan spiritual yang dialami Mas Gagah tidak langsung diterima Gita. sang adik, Gita (Aquino Umar)  (pada KMGP 1) justru marah dan kesal dengan perubahan sang Kakak. Meski Gita seperti itu, Gagah tetap tidak menyerah. Cara halus masih dicobanya, contohnya Ia  mempunyai panggilan kesayangan kepada adiknya yaitu “Dek Manis”. Kata-kata “Dek Manis”  ini  menggambarkan Gagah yang tetap sayang adiknya dan berusaha menunjukan jalan kebenaran.
Selain itu, banyak contoh dakwah kecil yang ingin disampaikan kepada penonton. Adegan Gita yang ingin masuk kamar Gagah haruslah diawali dengan salam. Alangkah baiknya sesama muslim hendaklah memberikan salam. Ada juga yang ingin disampaikan seperti izin atau tidaknya meminjam barang (meskipun satu keluarga). Makna ikhwan atau akhwat juga dijelaskan di film ini dengan cara unik. Mas gagah yang berubah pun lebih suka mendengarkan nasyid dan lantunan ayat suci Al-Qur`an. Hal ini membuat penonton bisa mendengarkan musik yang lebih bermanfaat.
Konflik film semakin seru. Pertemuan Gita dengan Yudi (Masaji Wijayanto) semakin menghidupkan suasana. Ada sebuah pesan dari tokoh Yudi, “sampaikanlah ilmu walau satu ayat”. Tokoh Yudi disini menyadarkan kita dengan ilmu yang kita punya haruslah tetap dibagi. Tak takut dimanapun Ia berada, sekalipun tempat dakwah tersebut didalam bus.
Film ini dibentuk oleh idealisme sang penulis novel, Bunda Helvy ingin pemeran utama film ini adalah benar-benar remaja shalih di kehidupan aslinya. Semua adegan pun tidak ada sentuhan non-mahram. Bunda Helvy juga berani mengangat tentang kehidupan Palestina. Meski dibangun dengan sikap idealisme, film ini benar-benar mengangkat sisi kemanusiaan dan kehidupan sosial.

Hasil setengah penjualan tiket nantinya disumbangkan untuk dana pendidikan khususunya untuk Palestina. So, what are you waiting for? Ayo tonton filmnya di bioskop-bioskop terdekat. Kamu akan dapat banyak ilmu dan pengetahuan. 

0 komentar:

Posting Komentar